Friday, December 1, 2006

Cerita Dari Ujung Pelangi

Ternyata beberapa bulan yang berwarna tidak cukup untuk membuatnya bertahan. Kakinya lelah menapaki bebatuan yang tak berbentuk. Belum lagi angin yang bertiup tak tentu arah, membuat pikirannya tak henti bertanya...


Tengah malam terbangun dan hanya bisa termangu, mencoba mengingat kenapa ketakutan yang kini dia rasakan ternyata lebih besar dari yang ia bayangkan. Ya, sosok ketakutan yang muncul dari luka masa lalu... Trauma? Kurasa tidak, dia hanya tidak mau hatinya tergores luka yang sama, dia tidak mau mengulang kesalahannya... sehingga ia lebih memilih untuk diam. Karna hanya itulah yang sanggup ia hadapi, ia telah terbiasa merangkul diam...


Dilema memang... Aku tak ingin melihat dia seperti ini, aku ingin dia membuang keraguannya, melepaskan diri dari ketakutan yang hapuskan senyum dari wajahnya... Hidup di ujung pelangi ini memang tidak mudah, namun di sini selalu ada harapan, harapan yang mungkin terkadang berbeda dari apa yang kita bayangkan sebelumnya. Seperti aku, satu mimpiku pernah hilang, dan aku memang tak berniat mencarinya kembali, karna mimpi itu telah pecah berserakan. Tapi hanya dalam satu gugusan bintang, Penciptaku memberiku satu mimpi yang baru, yang lebih indah dari sebelumnya.


"Dan kau bahagia sekarang?" suara itu terucap dari bibir mungilnya.


Aku hanya tersenyum, sejenak biarkan asaku mengembara. "Mimpi itu terlahir untuk dialami, untuk dirasakan... di manapun ujungnya nanti..." jawabku seraya menyeka tetesan embun dari matanya.


 


"Tapi bagaimana jika nanti kau tersesat dan tak menemukan jalan pulang?"


"Hmm... aku yakin mimpi ini akan membawaku ke sebuah jalan yang baru lagi,... karna untuk memahami satu kebenaran, terkadang kita harus menjalani berbagai peristiwa..."


 


Tangannya mendekap hatinya, disandarkannya kepalanya padaku, “Kau yakin aku harus terus melangkah? Bagaimana kalau lukaku bertambah parah?”


Manis… aku sangat yakin, lukamu justru akan pulih…”


Seperti yang kuduga, sepasang matanya masih ragu.


 


Kau berjalan bersamaNya kan?”


ya…” angguknya.


Aku membelai rambutnya, “Dia takkan biarkan kau terhanyut… Begitupun aku… Karna kau putri yang sangat dicintai… Dengarkan ini, terlalu awal untuk berhentidan tak ada alasan untuk sembunyikan senyummuRengkuh mimpimu, dan lihatlah kemana dia berujung… ”


 


Saat fajar tiba, langkah-langkah kecilnya membangunkanku.


Aku pergiMungkinkah kelak kita bertemu lagi?”


Pasti… karena perjalananku juga akan berakhir di sini, di ujung pelangi…”


Dia tersenyum… satu senyuman yang lama kurindukan…  


  

No comments:

Post a Comment