On Being a Husband
Okay, har, perfectly aware of the fact that I'm not married yet, and here we are sitting together me, telling u all this. Apologies for that, I just think these kind of things are good to know. I may not have enough maturity to do it when my time comes. But sure as hell, wld like to try them.
Sahabat
Ada satu kunci yang ingin saya sampaikan untuk bisa menjadi suami yang sempurna di mata istri, hanya satu kata. Sahabat.
Ada banyak peran yang kita harus bisa mainkan dalam rumah tangga har. Sebagai suami karena kita menikahi dia. Sebagai kepala rumah tangga dan sebagai kuli, karena kita tulang punggung keluarga. Ada satu peran yang saya lihat jarang suami atau istri mainkan, yaitu sebagai sahabat Har.
Kecocokan
Dari padangan gua nih, orang cerai karena mereka tidak cocok. Kenapa mereka tidak cocok? Karena mereka gagal menjadi sahabat satu sama lain. Ingat juga bahwa temen tidak ada bekas teman, namun istri, ada bekas istri. Iya kan? Merinding bombay ga sih melihat logikanya?
Menyelesaikan Masalah
Ketika kita mampu memandang istri kita sebagai sahabat, kita bisa masuk ke dalam berbagai macam lapisan hidup dia har. Saya melihat beberapa teman saya yang berhasil dalam hal ini, dan mereka bener2 berumah tangga dengan baik.
Mereka tidak butuh orang penengah jika bertengkar, karena mereka tahu, bahwa sahabat itu, bisa menyelesaikan masalah dengan baik.
Sahabat can keep secret better. Saya lihat juga bahwa rumah tangga seperti itu, mereka tidak butuh untuk cerita ke orang lain tentang masalah yang mereka miliki. Mereka bisa langsung ngomong ‘Saya ga suka kamu kayak gini’
Ada lagi yang memiliki tahapan lebih aneh, di mana mereka benar2 keluar dari boxnya ‘OK, sekarang kamu bukan istri saya, kamu sahabat saya. Saya mau komplen tentang istri saya’.
Berbagi luka
Ini misalnya saja ya. Jika kita suatu hari salah langkah dalam bisnis, kemudian semua tabungan kita 70 juta, amblas habis. Ada suatu sakit tak terhingga di hati kita di sana Har, pasti. Jika kita hanya mampu memandang istri sebagai istri, kita ga bakal tega bilang ‘sayang, maaf ya, tabungan kita hilang’. Potong jari sama saya, kamu setidaknya mikir 5 kali sebelum bilang ke istri. Di sana ada faktor malu karena gagal sebagai suami, gagal sebagai kepala rumah tangga, dan sejuta rasa gagal lainnya yang menumpuk.
Namun, semuanya akan lebih gampang, jika istri kita adalah sahabat kita juga. Jika kita mampu memandang dia sebagai sahabat kita ‘say, kita kehilangan uang banyak’. Kenapa ini mungkin? Karena dengan sahabat Har, kamu tidak perlu ada pride sebagai suami. Kamu bahkan tidak perlu mahar atau apply untuk jadi sahabat. Justru dengan sahabat lah kita bisa sesantai-santainya kita. Yang kamu butuh adalah kecocokan. Menjadi sahabat adalah hal termurah dalam dunia ini. Itu lah sebabnya, amat penting bagi kita untuk mampu menganggap istri kita, sebagai sahabat. Of course u can disagree with that.
Comparing Games
This is the game we hate the most, yet, the one we play all the time. Common sense can tell us bahwa jangan kita lakukan ini. Di saat kita have a fight. This is what you should avoid.
'Why can't u be more like her? Why cant we be like them? Why cant...bla bla bla?' Rest assured there will come a time when we say this to her/him if we don't grow up enough. Di kala kita merasa kurang puas dengan dia (dalam hal apa pun), ada baiknya kita mengingat kembali, that we chose to be with her and that when we kissed her forehead setelah ijab kabul, we chose to spend the rest of our life with her, and her only.
We chose Har. We are what we are today, because of the choices we made yesterday. Jadi, jangan pernah sekali-kali membandingkan dia dengan orang lain karena we chose to be with her when we got married. So there is no more need to compare with other people, starting from that point.
The only healthy comparing games adalah seperti ini:
‘Why are we like this today?’
‘Why can’t we be like we were before?’
Itu lebih sehat, karena kita tidak keluar dari konteks diri kita sendiri. Dan itu pun, sebelum kita melakukannya, kita harus bertanya dahulu ke diri sendiri
‘Apakah saya ada kontribusi terhadap memburuknya keadaan menjadi sekarang?’ jika ya, berusahalah dulu memperbaiki diri karena mungkin saja kita yang salah, atau setidaknya kita yang salah dalam melihat. Atau malah, istri kita jadi nyebelin krn sebenernya kitanya sebenernya yg ada salah...she was just reacting towards how we have been acting.
Contoh yang jelek tentunya jika membandng-bandingkan dengan kondisi yang dimiliki orang lain atau dengan orang lain itu sendiri.
Mendukug dan Mengalah
There is a twisted paradox towards this two things that we need to do in marriage. Terkadang, there's a clear cut between thos two, but sometimes, kita mesti mendukung dgn cara mengalah, dan mengalah dengan cara mendukung. Kasusnya jelas bgt. Misalkan suami ada tugas 5 tahun di singapur, tapi istri juga lagi kencengnya ngembangin bisnis dia yang dia udah lama rintis. What do u do? what do u choose? Apakah kita mau, expat sendirian? Apakah dia mau ninggalin impian dia yg udah lama dia rintis, demi nemenin suami 5 tahun doang? terlebih lagi begini. Siapa yang harus mendukung siapa? Siapa yg harus nurut ke siapa? Siapa yang harus ngalah?
Saya pernah menanyakan hal ini pada ninit, dan kita setuju akan penyelesaian di bawah. Saya ga tau kmu, tapi kalo saya jadi suami, saya mending milih pergi sendiri. why?
My wife didn't go to univ to serve me. Yes I am the most important thing in her world. But remember, I am NOT the ONLY thing in her world. Saya yakin dia punya impian sendiri, ambisi sendiri yang dia ingin capai dan puaskan. (see chapter one). As husbands, we need to respect that and support that at any cost. Firther, saya ga mau 30 tahun ke depan, pecahlah sebuah pertengkaran dan salah satu dari kita berkata
'I gave up MY career for u, for us, what did YOU do?'
'I made the sacrifice for us. U are what u r now because I burried myself'
'U had your dream....I can never get mine back'
Okay, so maybe those examples are very extremme, and unlikely to be heard. But regardless, do we really want to hear that Har? I don't. Ok, mungkin mereka ikhlas....tapi, kita juga harus mendukung dia. Dia harus mendukung kita. Dia adalah separuh nyawa kita, iya benar bhw kita tidak bisa hidup tanpa dia. tapi, apakah dia bisa hidup dengan penyesalan? Apakah penyesalan dia, bisa kita, suami, kompensasi? Syukur klo bisa. Syukur klo dia kita larang kerja tapi kita bisa provide everything she needs, lahir batin, uang love and respect for her. Kalo ngga? gimana? itu berarti, in a sense, kta minta dia untuk berkorban dua kali. Don't make her do that. I don't know about u, but I dont want to be with someone yg memiliki penyesalan dalam hidupnya...kita bakalan capek seumur hidup trying to cheer her up and compensate her.
Mereka sbg istri, di kebanyakan kasus ga ambil masalah. Mereka mungkin ikhlas, krn memang basically istri kudu nurut ama suami. But do we really want to do that to her?
I sure as hell, don't.
Tapi, inget, bhw ini juga bisa terjadi kebalikannya....
Sumber: Blognya Adhitya Mulya
Aku copy paste soalnya bagus hehehe....
ya, memang bagus :D
ReplyDeletebagus.. sayangnya... udah gak available lagi artikelnya di suamigila.com ehehehe
ReplyDeleteKalo gt untung udah aq copy paste ke sini hehehe...
ReplyDelete